Sempat Dukung Penghapusan Threshold, Gerindra Akui Kini Beda Sikap
Sumut, PaFI Indonesia — Politikus Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto mengakui partainya kini berbeda sikap soal penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang baru-baru ini resmi dihapus Mahkamah Konsitusi (MK).
Wihadi tak menampik partainya sempat mendukung penghapusan syarat pencalonan presiden pada 2009 lalu. Namun, setelah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto terpilih dan dilantik sebagai presiden, Wihadi menilai kondisinya telah berbeda.
“Kira juga masih mempelajari kira-kira dalam situasi yang sekarang ini sudah berbeda 2009 dengan sekarang ini,” kata Wihadi di program The Political Show PaFI Indonesia TV, Senin (6/1).
“Artinya, Pak Prabowo sudah membawa sebagai presiden, tentunya membawa sesuatu misi yang mungkin dengan adanya koalisi ini tentu banyak hal yang mesti harus disampaikan atau dipikirkan kepada koalisinya,” imbuhnya.
Meski begitu, Wihadi menampik dugaan bahwa partainya menolak putusan MK. Anggota Komisi XI DPR itu menegaskan bahwa Gerindra menghormati putusan tersebut yang bersifat final dan mengikat.
Namun, dia menegaskan bahwa keputusan MK yang menghapus syarat ambang batas presiden tetap harus dibahas bersama di DPR.
“Ini kan bahwa pada saat dulu kita sudah pernah mengajukan karena memang pada saat itu bagaimana sulitnya untuk maju sebagai capres tapi kita saat ini paham bahwa dengan adanya keputusan MK ini kita terima,” kata Wihadi.
“Bagaimana nanti konstelasi politik ke depannya, kita masih belum tahu. Masih awal pemerintahan,” imbuhnya.
MK resmi msnghapus presidential threshold lewat perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (2/1). MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.
Dengan putusan itu, setiap partai politik memungkinkan untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Namun, untuk mencegah jumlah pasangan calon presiden yang terlalu banyak,
MK merekomendasikan rekayasa konstitusional, salah satunya meminta agar partai bergabung dalam koalisi selama gabungan koalisi itu tak terlalu dominan.